Edukasi Kanwil DJP Wajib Pajak Besar
Education Podcasts
Podcast ini media edukasi perpajakan untuk masyarakat, terutama Wajib Pajak di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar. Isi edukasi perpajakan setiap materi podcast berdasarkan aturan perpajakan yang sedang berlaku. Apabila terdapat perbedaan antara materi podcast dengan aturan perpajakan, keputusan pendengar harus diambil berdasarkan aturan perpajakan yang berlaku.
Location:
United States
Genres:
Education Podcasts
Description:
Podcast ini media edukasi perpajakan untuk masyarakat, terutama Wajib Pajak di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar. Isi edukasi perpajakan setiap materi podcast berdasarkan aturan perpajakan yang sedang berlaku. Apabila terdapat perbedaan antara materi podcast dengan aturan perpajakan, keputusan pendengar harus diambil berdasarkan aturan perpajakan yang berlaku.
Language:
English
Website:
https://www.pajak.go.id/
Episodes
SKD SPDN DALAM RANGKA P3B
9/18/2024
Surat Keterangan Domisili (SKD) terkait dengan penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Terdapat 2 jenis SKD yaitu SKB WP Dalam Negeri (yang diatur dalam PER-28/PJ/2018) dan SKD WP LN (yang diatur dalam PER-25/PJ/2018).
Surat Keterangan Domisili atau SKD WPDN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memastikan bahwa Wajib Pajak yang bersangkutan adalah subjek pajak dalam negeri Indonesia. Ini penting dalam konteks P3B atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, karena dengan SKD, wajib pajak dapat mengklaim manfaat yang ditawarkan oleh P3B, seperti tarif pajak yang lebih rendah untuk penghasilan tertentu yang bersumber dari luar negeri.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh wajib pajak. Pertama, wajib pajak harus berstatus sebagai subjek pajak dalam negeri Indonesia, artinya mereka harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan sudah melaporkan SPT Tahunan PPh yang diwajibkan. Selain itu, SKD ini harus diajukan secara elektronik melalui situs DJP, kecuali dalam situasi khusus seperti gangguan sistem, yang mengharuskan pengajuan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) domisili.
Duration:00:23:49
PENGUJIAN PKKU = KEPATUHAN MATERIAL WAJIB PAJAK
7/7/2024
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau pengurangan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak melalui pengujian kepatuhan penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha. Pengujian kepatuhan penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha meliputi pengujian atas: pemenuhan ketentuan penyelenggaraan Dokumen Penentuan Harga Transfer (TP Doc); dan penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha. Terhadap Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan penyusunan TP Doc, dilakukan pengujian penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dengan menelusuri kebenaran Dokumen Penentuan Harga Transfer (TP Doc) dibandingkan dengan keadaan sebenarnya dari Wajib Pajak. Transfer Pricing Documents (TP Docs) adalah dokumen yang digunakan untuk mendokumentasikan kebijakan dan transaksi transfer pricing yang dilakukan oleh perusahaan multinasional. Dokumentasi ini diperlukan untuk memastikan bahwa transaksi antar perusahaan afiliasi dilakukan sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. TP Docs terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu Master File, Local File, dan Country-by-Country Report (CbCR). Berikut adalah uraian detil dari masing-masing komponen tersebut: 1. Master File (Dokumen Induk) Master File memberikan gambaran umum tentang kegiatan perusahaan multinasional secara global, termasuk kebijakan transfer pricing yang diterapkan di seluruh entitas grup. Komponen utama dari Master File meliputi: Struktur Organisasi: Diagram organisasi yang menunjukkan struktur kepemilikan dan hubungan antara entitas dalam grup. Deskripsi Bisnis: Informasi tentang kegiatan bisnis utama, faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi bisnis, dan analisis rantai nilai global. Aset Tidak Berwujud: Detil mengenai aset tidak berwujud yang dimiliki atau digunakan oleh grup, termasuk strategi pengembangan, eksploitasi, dan pengalihan aset tidak berwujud. Aktivitas Keuangan: Informasi mengenai kebijakan pembiayaan grup, termasuk pendanaan intra-grup dan pengaturan pembiayaan sentral. Kebijakan Transfer Pricing: Deskripsi kebijakan transfer pricing yang diterapkan oleh grup, termasuk kebijakan yang berkaitan dengan alokasi laba antar entitas grup. 2. Local File (Dokumen Lokal) Local File memberikan informasi yang lebih rinci tentang transaksi antar perusahaan afiliasi yang terjadi di yurisdiksi tertentu. Komponen utama dari Local File meliputi: Deskripsi Perusahaan Lokal: Informasi tentang perusahaan lokal, termasuk kegiatan bisnis, strategi bisnis, dan analisis industri. Detail Transaksi: Deskripsi rinci tentang transaksi antar afiliasi yang relevan, termasuk jenis transaksi, nilai transaksi, dan pihak yang terlibat. Analisis Fungsional: Evaluasi fungsi, aset, dan risiko yang diambil oleh masing-masing pihak yang terlibat dalam transaksi antar afiliasi. Studi Kesebandingan: Analisis komparatif yang digunakan untuk menentukan apakah harga transaksi antar afiliasi sudah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Dokumentasi Kontrak: Salinan kontrak atau perjanjian yang mengatur transaksi antar afiliasi. 3. Country-by-Country Report (CbCR) CbCR adalah laporan yang memberikan informasi agregat tentang distribusi pendapatan, laba, pajak yang dibayar, dan aktivitas ekonomi di setiap yurisdiksi tempat grup multinasional beroperasi. Komponen utama dari CbCR meliputi: Distribusi Pendapatan: Informasi tentang total pendapatan, pendapatan dari pihak terkait, dan pendapatan dari pihak ketiga di setiap yurisdiksi. Laba Sebelum Pajak: Laporan tentang laba atau rugi sebelum pajak di setiap yurisdiksi. Pajak yang Dibayar: Jumlah pajak yang dibayar (termasuk pajak dibayar di muka) di setiap yurisdiksi. Pajak yang Terutang: Pajak yang terutang berdasarkan laba yang dilaporkan di setiap yurisdiksi. Jumlah Karyawan: Total jumlah karyawan di setiap yurisdiksi. Aset Berwujud: Nilai aset berwujud selain kas dan setara kas di setiap yurisdiksi. Aktivitas Utama: Deskripsi tentang aktivitas
Duration:00:47:48
PKKU: PENYESUAIAN PRIMER, SEKUNDER, DAN KETERKAITAN SERTA PPN
6/22/2024
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau pengurangan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak melalui pengujian kepatuhan penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU).
Pengujian kepatuhan penerapan PKKU meliputi pengujian atas:
Dalam hal berdasarkan pengujian penerapan PKKU diketahui bahwa:
Direktur Jenderal Pajak menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau pengurangan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak.
Penyesuaian akan berakibat pada penyesuaian secara primer (atas pos yang dilakukan pengujian), sekunder (jenis pajak withholding yang terkait), dan keterkaitan (lawan transaksi dalam negeri lainnya), serta penyesuaian PPN.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172 Tahun 2023 telah memberikan pengaturan mengenai jenis dokumen dan/atau informasi tambahan yang wajib disimpan oleh wajib pajak yang melakukan transaksi dengan para pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan tata cara pengelolaannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016, tata cara pelaksanaan prosedur persetujuan bersama sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.03/2019, dan tata cara pembentukan dan pelaksanaan kesepakatan harga transfer (advance pricing agreement) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.03/2020 dengan memenuhi keadilan, kepastian hukum, dan kemudahan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban di bidang perpajakan terkait transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa.
Duration:00:32:23
CORETAX: TAM, PROBIS PENAGIHAN, DAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN
3/31/2024
Terkait akan diimplementasikan Coretax, yaitu sistem administrasi perpajakan yang terintegrasi sehingga dapat memberikan memberikan layanan perpajakan yang Mudah, Andal, Terintegrasi, Akurat dan Pasti (MANTAP) kepada Wajib Pajak.
Manfaat Coretax:
Omni ChannelBorderlessprepopuluted Proses Bisnis Apa Saja yang Berubah ?
Taxpayer Account Management Termasuk di dalamnya ada beberapa perubahan proses bisnis, di mana yang akan dibahas pada podcast ini, terkait TAM, Komparasi Proses Bisnis Penagihan, dan Komparasi Proses Bisnis Pemeriksaan Bukti Permulaan (Materi ini dipergunakan untuk pembelajaran mengenai sistem Coretax yang akan diimplementasikan oleh DJP. Informasi yang disampaikan ini dapat berubah sesuai dengan perkembangan ketentuan perpajakan terbaru dan proses pengembangan system)
A. Taxpayer Account Management
TAM merupakan proses bisnis pengelolaan informasi perpajakan untuk Wajib Pajak yang menampilkan informasi profil serta hak dan kewajiban perpajakan secara komprehensif dan terkini serta dapat diakses kapan saja dan di mana saja. Tujuannya, merupakan proses bisnis yang dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak untuk mengakses profil Wajib Pajak dan informasi aktivitas perpajakan yang terintegrasi.
Dengan manfaat:
Terintegrasi. Andal. Komprehensif. Kemudahan Akses. Ruang Lingkup:
Ikhtisar ProfilBuku Besar B. Komparasi Proses Bisnis Penagihan
Menyajikan proses bisnis yang saat ini berjalan dan rencana perubahannya.
C. Komparasi Proses Bisnis Pemeriksaan Bukti Permulaan
Menyajikan proses bisnis yang saat ini berjalan dan rencana perubahannya.
Duration:00:43:21
PENGHIMPUNAN DATA & INFORMASI UNTUK KEPENTINGAN PENERIMAAN NEGARA
10/8/2023
DJP dapat menetapkan pajak yang seharusnya terutang berdasarkan bukti yang berasal dari hasil pemeriksaan atau keterangan lain. Perlunya keterangan lain telah ditegaskan pada penjelasan Pasal 12 ayat (3) UU KUP. Selain itu, pengumpulan keterangan juga telah diatur pada Pasal 35 dan Pasal 35A UU KUP. Pasal 35 UU KUP mengatur pengumpulan kerangan dan bukti lain pada saat kegiatan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Sedangkan Pasal 35A UU KUP mengatur kewajiban instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain (ILAP), untuk memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada DJP.
Pengaturan lebih lanjut terkait kewajiban ILAP tersebut telah dituangkan dalam PP No 31 tahun 2012 tentang Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan dan PMK-228/PMK.03/2017 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan Dengan Perpajakan yang meliputi jenis data yang berupa:
Kemudian di dalam PP-31 juga terdapat rincian instansi pemerintah, lembaga, dan asosiasi yang wajib memberikan data dan informasi. Selain itu PP-31 juga mengatur mengenai koordinasi, periode penyampaian data dan informasi, bentuknya, tanggung jawab, dan pengelolaannya.
Terkait dengan PMK-228/2017, yang merupakan perubahan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2013 terdapat 69 ILAP yang wajib memberikan data dan informasi termasuk rincian jenis data dan informasi masing-masing. Uraian lainnya adalah terkait deskripsi, bentuk, dan jadwal penyampaian data dan informasi.
Duration:00:36:36
BANTUAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN NEGARA MITRA
9/26/2023
Bantuan Penagihan Pajak adalah fasilitas bantuan penagihan Pajak yang terdapat di dalam perjanjian internasional yang dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia dan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra secara resiprokal untuk melakukan penagihan atas Utang Pajak yang diadministrasikan oleh Direktur Jenderal Pajak atau otoritas pajak negara mitra atau yurisdiksi mitra. Pelaksanaan Bantuan Penagihan Pajak meliputi: permintaan Bantuan Penagihan Pajak; dan pemberian Bantuan Penagihan Pajak, kepada pejabat yang berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra. Direktur Jenderal Pajak dapat mengajukan permintaan Bantuan Penagihan Pajak kepada pejabat yang berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra dalam rangka memperoleh pembayaran atas Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak. Permintaan Bantuan Penagihan Pajak dilakukan dengan memenuhi kriteria sebagai berikut: setiap permintaan Bantuan Penagihan Pajak hanya memuat satu identitas Penanggung Pajak; Penanggung Pajak berada di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra atau memiliki Barang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra; Utang Pajak tidak sedang dalam sengketa antara Penanggung Pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak atau telah mempunyai kekuatan hukum tetap; telah dilakukan tindakan penagihan Pajak di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan sesuai dengan kesepakatan dengan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, tetapi Penanggung Pajak tidak melunasi Utang Pajak; dan hak untuk melakukan penagihan Pajak atas Utang Pajak belum daluwarsa.
Duration:00:37:21
BANDING DAN GUGATAN ATAS SENGKETA PAJAK
7/15/2023
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, menjamin perwujudan tata kehidupan negara dan bangsa yang adil dan sejahtera, aman, tenteram dan tertib serta menjamin kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat;
Untuk mencapai tujuan dimaksud, pembangunan nasional yang berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata di seluruh tanah air memerlukan dana yang memadai terutama dari sumber perpajakan;
Karenanya diperlukan suatu Pengadilan Pajak yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia dan mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian Sengketa Pajak;
Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak.
Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus Sengketa Pajak.
Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara dalam hal Gugatan, Pengadilan Pajak memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau keputusan lainnya, seperti: pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang; keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak; keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan selain keberatan; atau penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Duration:00:39:38
NATURA DAN/ATAU KENIKMATAN
4/13/2023
Edukasi pepajakan melalui podcast ini akan menyajikan tema yang sangat menarik, yaitu tentang natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 (UU HPP) dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022. Dalam UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), natura bukan merupakan objek penghasilan alias non-taxable income. Pada Pasal 9 Ayat (1) huruf e UU PPh, perusahaan yang mengeluarkan biaya dalam bentuk natura juga tidak dapat menjadi biaya pengurang penghasilan bruto atau nondeductible expense.Aturan ini kemudian diubah dalam UU HPP, natura dimasukkan sebagai objek pajak. Penetapan ini termaktub pada Pasal 4 Ayat (1) huruf a UU HPP. Secara lebih lengkap, aturannya berbunyi: “Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini”. Yang dimaksud dengan "imbalan dalam bentuk natura" adalah imbalan dalam bentuk barang selain uang, sedangkan "imbalan dalam bentuk kenikmatan" adalah imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh, meliputi: makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai; natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu; natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan; natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; atau natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu. Ketentuan mengenai perlakuan perpajakan atas penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan berlaku sebagai berikut: bagi pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang menyelenggarakan pembukuan tahun buku 2022 dimulai sebelum tanggal 1 Januari 2022, mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2022; dan bagi pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang menyelenggarakan pembukuan tahun buku 2022 dimulai tanggal 1 Januari 2022 atau setelahnya, mulai berlaku pada saat tahun buku 2022 dimaksud dimulai. Atas penghasilan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh sejak tahun pajak 2022 yang belum dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan oleh pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 atas Pajak Penghasilan yang terutang wajib dihitung dan dibayar sendiri serta dilaporkan oleh penerima dalam Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2022.
Duration:00:39:29
ASPEK PERPAJAKAN PSAK 65 - LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN
10/6/2022
Setelah pada episode sebelumnya kita sudah membahas PSAK 22 – Kombinasi Bisnis, PSAK 38 – Kombinasi Bisnis Entitas Sepengendali, dan aspek perpajakannya terkait dengan pelaksanaan Peraturan Menteri Keuang Nomor 56/PMK.010/2021 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan dan Perolehan Harta dalam rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, atau Pengambilalihan Usaha (PMK-56).
Pada Bincang Pajak kali ini kita akan membahas mengenai mengenai PSAK 65 – Laporan Keuangan Konsolidasian dan aspek perpajakannya terkait dengan pelaksanaan PMK-56.
PSAK 65 ini bertujuan untuk menetapkan prinsip penyusunan dan penyajian laporan keuangan konsolidasian ketika entitas mengendalikan satu atau lebih entitas lain.
Pernyataan ini:
investee Pernyataan ini tidak berhubungan dengan persyaratan akuntansi untuk kombinasi bisnis dan dampaknya dalam konsolidasi, termasuk goodwill yang timbul dari kombinasi bisnis (lihat PSAK 22: Kombinasi Bisnis).
Duration:00:26:07
ASPEK PERPAJAKAN KOMBINASI BISNIS ENTITAS SEPENGENDALI (PSAK 38) - RESTRUKTURISASI BUMN
9/27/2022
Setelah pada episode sebelumnya kita sudah membahas PSAK 22 – Kombinasi Bisnis dan aspek perpajakannya terkait dengan pelaksanaan Peraturan Menteri Keuang Nomor 56/PMK.010/2021 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan dan Perolehan Harta dalam rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, atau Pengambilalihan Usaha (PMK-56). Seiring banyaknya kegiatan restrukturisasi BUMN, pada Bincang Pajak kali ini akan membahas mengenai mengenai PSAK 38 Kombinasi Bisnis Entitas Sepengendali dan aspek perpajakannya terkait dengan pelaksanaan Peraturan Menteri Keuang Nomor 56/PMK.010/2021 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan dan Perolehan Harta dalam rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, atau Pengambilalihan Usaha (PMK-56). Pernyataan dalam PSAK 38 ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi kombinasi bisnis entitas sepengendali. Ruang lingkup ini diterapkan pada kombinasi bisnis entitas sepengendali yang memenuhi persayaratan kombinasi bisnis dalam PSAK 22, baik untuk entitas yang menerima bisnis maupun entitas yang melepas bisnis. Transaksi kombinasi bisnis antara entitas sepengendali, berupa pengalihan bisnis yang dilakukan dalam rangka reorganisasi entitas-entitas yang berada dalam suatu kelompok usaha yang sama, bukan merupakan perubahan pemilikan dalam arti substansi ekonomi, sehingga transaksi tersebut tidak dapat menimbulkan laba atau rugi.
Duration:00:34:23
ASPEK PERPAJAKAN KOMBINASI BISNIS (PSAK 22) - RESTRUKTURISASI USAHA
9/19/2022
Pada Bincang Pajak kali ini akan membahas mengenai mengenai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 22 Kombinasi Bisnis dan aspek perpajakannya terkait dengan pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 56/PMK.010/2021 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan dan Perolehan Harta dalam rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, atau Pengambilalihan Usaha (PMK-56) serta Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-21/PJ/2021 tentang Perubahan atas Perdirjen Nomor PER-03/PJ/2021 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penerbitan Keputusan Mengenai Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan dan Perolehan Harta dalam rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, atau Pengambilalihan Usaha (PER-21).
PSAK 22 bertujuan untuk meningkatkan relevansi, keandalan, dan daya banding dari informasi yang disampaikan entitas pelapor dalam laporan keuangannya mengenai kombinasi bisnis dan dampakanya. Suatu transaksi atau peristiwa lain merupakan kombinasi bisnis dengan menerapkan definisi dalam PSAK ini yang mensyaratkan bahwa aset yang diperoleh dan liabilitas yang diambil alih merupakan suatu bisnis. Jadi ini menunjukan bahwa restrukturisasi berupa pengambilah aset dan liabilitas merupakan satu kesatuan dalam suatu segmen bisnis atau unit bisnis. Kalau hanya semata-mata aset, maka hal tersebut merupakan akuisisi aset.
Kombinasi bisnis dengan menerapkan metode akuisisi dengan syarat:
Atas semua peristiwa tersebut di atas ada proses pengalihan seluruh atau sebagian harta dan kewajiban dari setidaknya dari satu entitas kepada setidak satu entitas yang lain, tentu saja hal tersebut berdampak kepada kepentingan nonpengendali pihak diakuisisi, dalam hal ini pihak yang mengalihkan harta dan kewajiban, ada yang bubar dan meleburkan diri serta tetap ada tanpa likuidasi. Tentu saja yang terkait erat dengan PSAK 22 adalah pihak yang mengakuisisi alias menerima pengambilalihan aset dan liabilitas. Meskipun demikian dampak laporan keuangannya ketika menggunakan ketentuan PMK-56 ini kepada kedua belah pihak, baik yang mengalihkan dengan syarat tetap ada, tidak bubar dan meleburkan diri, maupun yang menerima pengalihan. Kenapa seperti itu, karena kedua belah pihak tadi akan memanfaatkan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka kombinasi bisnis atau penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha.
Duration:00:36:25
PASCA PPS: BAGAIMANA SEHARUSNYA KEPATUHAN WP?
8/9/2022
Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Voluntary Disclosure Program (VDP) sudah berakhir. Dengan capaian yang menggembirakan, yaitu nilai harta bersih yang diungkapkan sebesar Rp594,82 triliun dan jumlah PPh yang disetorkan sebesar Rp61,01 triliun serta jumlah peserta yang mengikuti sebanyak 247.918 wajib pajak.
Nah, Pasca PPS – Bagaimana Seharusnya Kepatuhan WP? Ya, kepatuhan sukarela ini penting dan sejalan dengan sistem perpajakan kita, yaitu self-assessment. Kesadaran sejak mulai mendaftar karena memiliki penghasilan di atas PTKP. Kemudian menghitung sendiri besarnya kewajiban perpajakan dan memperhitungkan potongan atau pungutan pajak yang telah dilakukan oleh pihak ketiga. Dan pada akhirnya menyetorkan jika ada kekurangan pajak terutang serta melaporkan seluruhnya hal-hal tersebut dalam SPT Masa atau Tahunan dengan lengkap, jelas, dan benar.
Terkait PPS ini, mengutip dari Menteri Keuangan, ibu Sri Mulyani, pada saat siaran pers capaian PPS, “Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh wajib pajak, para anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), asosiasi-asosiasi usaha, perbankan, seluruh unit Kementerian Keuangan, awak media, ILAP, petugas pajak, dan semua pihak yang mendukung PPS sehingga dapat terlaksana sesuai yang diharapkan.” Perlu kita highlight di sini, “Diharapkan WP dapat melaksanakan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya dengan benar.” Kepatuhan meningkat, penerimaan pajak akan optimal dan maksimal, sehingga bisa membiayai segala hal, yang diantaranya telah saya sebutkan sebelumnya, sehingga dapat berdiri sendiri dan utang pemerintah bisa berkurang dengan signifkan.
Pasal 12 ayat (1) UU KUP: Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Dengan data yang bersumber dari Instansi, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Ketiga serta adanya Automatic Exchange of Information dan EOI, dengan berakhirnya PPS ini, pengawasan dan penegakan hukum oleh DJP akan berdasarkan basis data yang lebih baik. Diharapkan dapat mendorong pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak juga semakin meningkat.
Keberadaan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan memperkuat ruang kepada Wajib Pajak untuk senantiasa mengungkapkan dengan kesadaran sendiri, berdasarkan: Pasal 8 ayat (1): Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Pasal 8 ayat (4): Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menyampaikan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan. Sementara terkait kegiatan penegakan hukum, berdasarkan kesadaran sendiri Wajib Pajak dapat memanfaatkan: Pasal 8 ayat (3): Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan bukti permulaan, Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat mengungkapkan dengan pernyataan tertulis mengenai ketidakbenaran perbuatannya, yaitu: - tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau - menyampaikan Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 atau Pasal 39 ayat (1) huruf c dan huruf d, sepanjang mulainya penyidikan belum diberitahukan kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Serta berdsarkan pasal 44B: Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan.
Duration:00:43:38
FASILITAS & INSENTIF ATAS INVESTASI DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS
5/16/2022
Kawasan Ekonomi Khusus, yang selanjutnya disingkat KEK, adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
Fasilitas dan kemudahan yang terdapat dalam Kawasan Ekonomi Khusus meliputi:
Fasilitas dan kemudahan perpajakan ini terdiri dari Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Bidang usaha yang memperoleh fasilitas di KEK meliputi:
Dari sini kita dapat melihat bahwa kehadiran pajak itu tidak semata hanya mengumpulkan penerimaan saja tetapi dengan adanya insentif perpajakan tersebut dapat menarik investor untuk berinvestasi di Indonesia dan membuktikan bahwa pajak juga ikut berkontribusi untuk memajukan pembangunan dan perekonomian di Indonesia.
Duration:00:33:35
FASILITAS PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO ATAS KEGIATAN RESEARCH & DEVELOPMENT
4/27/2022
Fasilitas perpajakannya apa saja?
Pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan research & development (R&D) dan penelitian dan pengembangan (litbang) yang terdiri dari pengurangan penghasilan bruto dari jumlah biaya yang dikeluarkan sebesar 100% dan tambahan pengurangan penghasilan bruto dari jumlah biaya yang dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu sebesar 200% yang terdiri dari:
Duration:00:30:10
Trailer: Dukung Penelitian dan Pengembangan, Manfaatkan Fasilitas Super Tax Deduction
4/22/2022
Untuk menghindari jebakan negara berpenghasilan rendah (middle income trap), Indonesia harus memperkuat SDM dan mendorong produktivitas yang berbasis kepada inovasi dan teknologi. Hal yang sama dilakukan oleh Korea Selatan sehingga negara tersebut mampu menjadi negara maju dalam waktu 15 tahun. Hal ini menjadi sinyal bagi Indonesia untuk harus segera memperkuat bidang penelitian dan pengembangan dan tidak hanya bisa mengandalkan pada sumber daya alam dan upah buruh yang rendah saja. Data World Bank tahun 2013 menunjukkan bahwa pengeluaran R&D Indonesia hanya sebesar 0,08% dari PDB.
Dengan terbitnya PMK No 153/PMK.010/2020 tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tertentu di Indonesia, akan disampaikan terkait materi-materi yang ada di dalam PMK-153 ini. Materi2 tersebut di antaranya mengenai Subjek Pajak, Fasilitas, Prosentase tambahan pengurang Penghasilan Bruto, Ketentuan komersialisasi, Ketentuan Paten dan Hak PVT, pengajuan persetujuan, pemanfaatan fasilitas, dan lain-lain.
Duration:00:01:20
PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA (PPS): KESEMPATAN UNTUK MENGUNGKAPKAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN SECARA SUKARELA BERDASARKAN PENGUNGKAPAN HARTA
3/2/2022
Kondisi saat ini:
Tax Amnesty Manfaat:
Duration:00:29:25
HIghlight PPS - Kanwil DJP Wajib Pajak Besar
2/28/2022
Ini merupakan highlight audio podcast Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Kanwil DJP Wajib Pajak Besar.
Nantikan edisi lengkapnya.
PERLUAS INVESTASI STRATEGIS, MANFAATKAN TAX HOLIDAY
9/27/2021
Kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal baru yang merupakan industri pionir (yaitu industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional), yang tidak mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan (fasilitas tax aloowance) dapat diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Fasilitas Tax Holiday: Pengurangan Pajak Penghasilan badan diberikan sebesar: a. 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang untuk penanaman modal baru dengan nilai paling sedikit lima ratus miliar rupiah dengan jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan diberikan mulai dengan lima sampai dengan dua puluh tahun. Setelah jangka waktu pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan berakhir, Wajib Pajak bahkan masih diberikan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan badan terutang selama 2 (dua) tahun pajak berikutnya. b. 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang untuk penanaman modal baru dengan nilai paling sedikit seratus miliar rupiah dan paling banyak kurang dari lima ratus miliar rupiah. Jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan diberikan untuk 5 (lima) tahun pajak. Setelah jangka waktu pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan berakhir, Wajib Pajak diberikan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari Pajak Penghasilan badan terutang selama 2 (dua) tahun pajak berikutnya.
TINGKATKAN INVESTASI, MANFAATKAN TAX ALLOWANCE
9/15/2021
Tax allowance adalah fasilitas insentif yang diberikan oleh pemerintah kepada para investor. Dalam hal ini, investor yang dimaksud adalah investor yang melakukan penanaman modal (investasi) baru atau perluasan usaha di berbagai bidang usaha maupun di daerah tertentu. Kriteria usaha yang bisa mendapatkan tax allowance sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 adalah memiliki nilai investasi yang tinggi atau untuk ekspor; memiliki penyerapan tenaga kerja yang besar; atau memiliki kandungan lokal yang tinggi.
Fasilitas Tax Allowance:
a. pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari jumlah penanaman yang dilakukan;
b. penyusutan dan amortisasi yang dipercepat;
c. kompensasi kerugian yang lebih lama, tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun; dan
d. pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sebesar 10% (sepuluh persen), kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah.